Ilmu kimia secara sejarah merupakan pengembangan baru, tapi ilmu
ini berakar pada alkimia yang telah dipraktikkan selama berabad-abad
di seluruh dunia. Sejarah tentang ilmu kimia dibagi menjadi empat
kategori yaitu: zaman prasejarah – awal era Kristen (ilmu hitam), awal era
Kristen – akhir abad ke-17 (alkimia), akhir abad ke-17 – pertengahan abad ke 19
(kimia tradisional) dan pertengahan abad ke-19 (kimia modern).
1. Zaman Prasejarah-Awal Era
Kristen (Ilmu Hitam)
Proses-proses kimia sesungguhnya telah dilakukan oleh orang-orang
pada ribuan tahun sebelum Masehi. Antara tahun 4000 – 2500 SM Bangsa Sumeria
telah mampu membuat barang-barang yang terbuat dari emas, tembaga, perunggu,
dan besi. Di Cina dari tulisan-tulisan Cina peninggalan zaman purba diketahui
bahwa pertambangan tembaga telah ada pada tahun 2600 SM sedangkan perunggu
dibuat orang pada tahun 1400 SM. Perunggu sendiri juga telah dikenal di Mesir
sejak tahun 3400 SM. Zaman dimana orang-orang zaman dahulu memanfaatkan banyak
logam untuk keperluan sehari-hari disebut zaman logam. Selama zaman logam
Orang-orang Mesir telah memiliki kemampuan pemanfaatan proses kimia seperti
pembuatan alkohol dari proses fermentasi, pembuatan racun, mengolah bijih
logam, membuat zat warna, membuat gelas, keramik, dan lain sebagainya.
Pada tahun 430 SM, Democritus (460-370 SM) menyatakan
atom menjadi materi yang paling sederhana. Semua materi terdiri dari atom. Alam
semesta terdiri atas atom-atom dan ruang hampa. Atom-atom itu bergerak dan
dapat mengubah posisinya. Atom bersifat kekal, tak dapat dilihat dan tak dapat
dibagi. Atom berbeda satu dengan yang lain dari ukuran, posisi, susunan, berat
dan kecepatannya. Benda yang tampak sesungguhnya merupakan kumpulan
atom-atom dan benda yang stabil terdiri atas atom-atom yang saling berkaitan.
Perubahan wujud benda disebabkan oleh gerakan, tumbukan, dan pengikatan kembali
atom-atom tersebut.
Pada tahun 300 SM, Aristoteles, menyatakan bahwa di alam
ini hanya ada empat elemen: api, udara, air dan bumi. Api bersifat panas dan
kering, Bumi bersifat dingin dan kering, Air bersifat dingin dan basah,
sedangkan udara bersifat panas dan basah.
2. Zaman Awal Era
Kristen-Akhir abad ke-17 (Alkimia)
Bertolak dari karya dan pemikiran Aristoteles, maka banyak para
alkimia yang berlomba-lomba untuk membuat emas dari logam yang murah. Namun
mereka telah gagal untuk menyulap logam lain menjadi emas. Waktu itu mereka
mempercayai sepenuhnya pada pemikiran-pemikiran Aristoteles sehingga pandangan
mereka menjadi kabur. Pada umunya para ahli kimia di Eropa hingga abad ke-13
percaya bahwa logam itu terbentuk dari unsur raksa dan belarang. Mereka juga
berpendapat bahwa logam-logam biasa dapat diubah menjadi logam yang lebih mulia
yakni emas. Pendapat ini didasari oleh kepercayaan bahwa semua benda dibentuk
oleh “badan dan roh”, seperti halnya manusia. Mereka telah melakukan penyulingan
atau destilasi, yaitu memanaskan suatu zat cair hingga mendidih dan uap yang
terbentuk didinginkan hingga mengembun kembali. Dari hasil penyulingan tersebut
mereka berharap dapat memperoleh roh yang merupakan unsur utama dari suatu zat,
yang dapat mereka gunakan untuk meningkatkan kemurnian suatu bendalain. Dengan
pandangan ini mereka percaya bahwa mereka akan dapat melakukan transmutasi
terhadap logam biasa hingga menjadi emas yang mereka anggap sebagai logam yang
paling mulia. Di antara logam-logam yang mereka kenal, hanyalah raksa yang
dapat disuling, karena itu raksalah yang menjadi pusat perhatian dari ahli
kimia pada masa itu. Pada tahun 1317 Paus John XXII mengeluakan maklumat yang
melarang dilakukan praktek alkimia.
Albertus Magnus (1193-1280) berpendapat bahwa logam tidak lain
adalah raksa dan belerang. Raksa mewakili air dan bumi, sedang belerang
mewakili materi yang mudah terbakar. Ia menolak bahwa logam biasa dapat diubah
menjadi logam mulia seperti emas. Menurut keyakinannya hanyalah “alam” yang
dapat mengubah benda-benda.
Roger Balcon (1214-1294) adalah seorang rahib Fransiskan
berkebangsaan Inggris. Dalam bukunya “Mirror of Alchemy” ia mengemukakan
pendapatnya bahwa semua benda dalam alam semesta secara berkelanjutan mengalami
proses menuju kepada keadaan sempurna.
Ramon Rull (1232-1315) adalah seorang ahli filsafat,
sastrawan, seniman, dan seorang ahli kimia. Ia percaya bahwa “quintessence”
atau “roh” dari benda-benda dalam alam semesta dapat diisolasi dan
dikonsentrasikan melalui proses penyulingan.
Paracelsus yang lahir di Swiss tahun 1493 berpendapat bahwa
alkimia adalah suatu pengetahuan yang mengubah bahan baku yang ada dalam alam
ini menjadi produk yang berguna bagi kemanusiaan. Paracelsus terkenal karena
dia mempelopori perombakan dalam sistem pengobatan. Ia menentang ajaran atau
pendapat Galen dan Ibnu Sina. Dalam ilmu kedokteran ia menitikberatkan pada
penggunaan ilmu kimia untuk pengobatan atau farmasi.
Robert Boyle berpendapat bahwa ilmu kimia harys dipelajari
sebagai ilmu tersendiri dan tidak hanya digunakan sebagai pelengkap ilmu
kedokteran atau untuk mencapai tujuan tertentu, misalnya untuk membuat emas
seperti halnya para pengikut alkimia.
Jauh sebelum para ilmuwan tersebut, Dunia Islam telah mengalami
perkembangan yang cukup pesat dalam ilmu pengetahuan tak terkecuali dengan Ilmu
Kimia. Ilmu kimia di kemudian hari berkembang sangat pesat dan dikenal
banyak orang. Tapi, hanya sedikit yang tahu siapa sejatinya orang pertama yang
menemukan ilmu eksakta tersebut. Adalah Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan (721-815),
Ilmuwan Muslim pertama yang menemukan dan mengenalkan disiplin ilmu
kimia. Ilmuwan Muslim ini lebih dikenal dengan nama Ibnu Hayyan. Sementara di
Barat ia dikenal dengan nama Ibnu Geber. Ditemukannya kimia oleh Jabir ini
membuktikan, bahwa ulama di masa lalu tidak melulu lihai dalam ilmu-ilmu agama,
tapi sekaligus juga menguasai ilmu-ilmu umum. Berkat penemuannya ini pula,
Jabir dijuluki sebagai Bapak Kimia Modern.
Jabir mendasari eksperimennya secara kuantitatif dan instrumen yang
dibuatnya sendiri, menggunakan bahan berasal dari logam, tumbuhan, dan hewani.
Jabir mempunyai kebiasaan yang cukup konstruktif mengakhiri uraiannya pada
setiap eksperimen.
Pada perkembangan berikutnya, Jabir Ibnu Hayyan membuat
instrumen pemotong, peleburan dan pengkristalan. Ia menyempurnakan proses dasar
sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan,
pencelupan, pemurnian, sematan (fixation), amalgamasi, dan oksidasi-reduksi.
Setelah itu, papar Jabir, memodifikasi dan mengoreksi teori
Aristoteles mengenai dasar logam, yang tetap tidak berubah sejak awal abad ke
18 M. Dalam setiap karyanya, Jabir melaluinya dengan terlebih dahulu melakukan
riset dan eksperimen. Metode inilah yang mengantarkannya menjadi ilmuwan besar
Islam yang mewarnai renaissance dunia Barat.
Namun demikian, dalam mempelajari kimia, Jabir memperkenalkan
eksperimen objektif, suatu keinginan memperbaiki ketidakjelasan spekulasi
Yunani. Akurat dalam pengamatan gejala, dan tekun mengumpulkan fakta.
Terobosan Jabir lainnya dalam bidang kimia adalah preparasi asam
sendawa, hidroklorik, asam sitrat dan asam tartar. Penekanan Jabir di bidang
eksperimen sistematis ini dikenal tak ada duanya di dunia. Inilah sebabnya,
mengapa Jabir diberi kehormatan sebagai ‘Bapak Ilmu Kimia Modern’ oleh sejawatnya
di seluruh dunia. Dalam hal teori keseimbangan, diakui para ilmuwan modern
sebagai terobosan baru dalam prinsip dan praktik alkemi dari masa sebelumnya.
Sangat spekulatif, di mana Jabir berusaha mengkaji keseimbangan kimiawi yang
ada di dalam suatu interaksi zat-zat berdasarkan sistem numerologi (studi
mengenai arti klenik dari sesuatu dan pengaruhnya atas hidup manusia) yang
diterapkannya dalam kaitan dengan alfabet 28 huruf Arab untuk memperkirakan
proporsi alamiah dari produk sebagai hasil dari reaktan yang bereaksi. Sistem
ini niscaya memiliki arti esoterik, karena kemudian telah menjadi pendahulu
penulisan jalannya reaksi kimia.
Jelas dengan ditemukannya proses pembuatan asam anorganik oleh
Jabir telah memberikan arti penting dalam sejarah kimia. Di antaranya adalah
hasil penyulingan tawas, amonia khlorida, potasium nitrat dan asam sulferik.
Pelbagai jenis asam diproduksi pada kurun waktu eksperimen kimia yang merupakan
bahan material berharga untuk beberapa proses industrial. Penguraian beberapa asam
terdapat di dalam salah satu manuskripnya berjudul Sandaqal-Hikmah
(Rongga Dada Kearifan) .
Seluruh karya Jabir Ibnu Hayyan lebih dari 500 studi kimia, tetapi
hanya beberapa yang sampai pada zaman Renaissance. Korpus studi kimia Jabir
mencakup penguraian metode dan peralatan dari berbagai pengoperasian kimiawi
dan fisikawi yang diketahui pada zamannya. Di antara bukunya yang terkenal
adalah Al Hikmah Al Falsafiyah yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Latin berjudul Summa Perfecdonis.
Suatu pernyataan dari buku ini mengenai reaksi kimia adalah: “Air
raksa (merkuri) dan belerang (sulfur) bersatu membentuk satu produk tunggal,
tetapi adalah salah menganggap bahwa produk ini sama sekali baru dan merkuri
serta sulfur berubah keseluruhannya secara lengkap. Yang benar adalah bahwa,
keduanya mempertahankan karakteristik alaminya, dan segala yang terjadi adalah
sebagian dari kedua bahan itu berinteraksi dan bercampur, sedemikian rupa
sehingga tidak mungkin membedakannya secara seksama. Jika dihendaki memisahkan
bagianbagian terkecil dari dua kategori itu oleh instrumen khusus, maka akan
tampak bahwa tiap elemen (unsur) mempertahankan karakteristik teoretisnya.
Hasilnya adalah suatu kombinasi kimiawi antara unsur yang terdapat dalam
keadaan keterkaitan permanen tanpa perubahan karakteristik dari masing-masing
unsur.”
Ide-ide eksperimen Jabir itu sekarang lebih dikenal/dipakai sebagai
dasar untuk mengklasifikasikan unsur-unsur kimia, utamanya pada bahan metal,
nonmetal dan penguraian zat kimia. Dalam bidang ini, ia merumuskan tiga tipe
berbeda dari zat kimia berdasarkan unsur-unsurnya:
1. Air (spirits), yakni yang
mempengaruhi penguapan pada proses pemanasan, seperti pada bahan camphor,
arsenik dan amonium klorida,
2. Metal, seperti pada emas,
perak, timah, tembaga, besi, dan
3. Bahan campuran, yang dapat
dikonversi menjadi semacam bubuk.
3. Zaman Akhir abad ke-17 – Mid
Abad 19 (Kimia Tradisional)
Pendefinisian ilmu kimia pada masa ini dimulai dengan adanya teori
flogiston. Teori ini dikemukakan oleh Georg Ernst Stahl. Kataflogiston berasal
dari kata Yunani “phlox” yang berarti nyala api. Apabila suatu benda terbakar
atau suatu logam dikapurkan, maka flogiston akan keluar dari benda tersebut dan
diberikan kepada udara di sekitarnya. Menurut Stahl pada hakekatnya semua benda
mengandung flogiston. Suatu benda mempunyai sifat mudah terbakar apabila di
dalamnya terdapat banyak flogiston dan benda yang banyak flogiston dapat
menumbangkan flogistonnya kepada benda lain yang kekurangan flogiston. Jadi menurut
Stahl ilmu kimia didasarkan pada teori flogiston ini.
Seorang ahli kimia yang masih menggunakan teori flogiston dan
dikenal sebagai penemu oksigen adalah Joseph Priestley yang lahir di
Inggris Raya pada 1733. Priestley berpendapat bahwa apabila lilin yang menyala
dalam penyungkup itu kemudian padam, berarti udara dalam penyunkup tersebut
telah jenuh dengan flogiston dan tidak dapat menyerapnya lagi. Oleh karena
dalam gas yang baru ia temukan lilin dapat menyala dengan hebat, maka Priestley
menarik kesimpulan bahwa gas tersebut tentulah tak mengandung flogiston sama
sekali. Karenanya gas itu disebut “dephlogisticated air”, sedangkan gas yang
ketinggalan dalam pembakaran suatu benda dalam udara biasa (gas sisa) disebut “phlogisticated
air”.
Teori flogiston akhirnya ditumbangkan oleh Antoine Laurent
Lavoisier. Dalam experimentnya ia berpendapat bahwa benda hanya dapat terbakar dalam
“air eminemment pur”, zat yang bukan logam pada pembakaran menghasilkan asam
karenanya “udara murni” itu dinamakan oksigen (oxus = asam;gen =
membuat), logam berubah menjadi kapur logam dengan jalan mengikat oksigen,
proses pembakaran ialah penggabungan kimia antara benda dengan oksigen, jadi
bukanlah keluarnya flogiston dari dalam benda.
Pada tahun 1803, John Dalton menyatakan bahwa semua
materi terdiri dari atom, yang kecil dan tak terpisahkan.
4. Zaman Mid Abad ke 19 –
Sekarang (Kimia Modern)
Pada zaman ini muncullah berbagai penemuan-penemuan penting
dalam ilmu kimia.
Pada tahun 1854, Heinrich Geissler menciptakan tabung
vakum pertama.
Pada tahun 1879, William Crookes membuat kemajuan dalam
teori atom modern ketika ia menggunakan tabung vakum yang dibuat oleh Heinrich
Geissler untuk menemukan sinar katoda. Crookes menciptakan tabung gelas vakum
yang memiliki lapisan seng sulfida di bagian dalam salah satu ujung, sebuah
katoda logam tertanam di ujung lainnya dan anoda logam dalam bentuk salib di
tengah-tengah tabung. Ketika listrik dijalankan melalui aparat, gambar salib
muncul dan ZnS bersinar. Sinar ini disebut sinar katoda.
Pada tahun 1885, Eugene Goldstein menemukan partikel
positif dengan menggunakan tabung diisi dengan gas hidrogen (tabung ini mirip
dengan tabung Thomson). Partikel positif memiliki muatan yang sama dan
berlawanan dengan elektron. Ia juga memiliki massa 1.66E-24 gram atau satu unit
massa atom. Partikel positif ini bernama proton.
Pada tahun 1897, JJ. Thomson menempatkan tabung
Crookes dalam medan magnet. Dia menemukan bahwa sinar katoda bermuatan negatif.
Dia menyimpulkan bahwa semua atom memiliki muatan negatif (melalui eksperimen
lagi) dan dia menyebutnya sinar katoda elektron. Model atom menunjukkan lingkup
materi bermuatan positif dengan elektron negatif terjebak di dalamnya.
Pada tahun 1909, Robert Millikan menemukan massa elektron
dengan memperkenalkan tetesan minyak dibebankan ke lapangan dibebankan
elektrik. Menggunakan ransum massa Thomson, Millikan menemukan massa dari satu
elektron menjadi 9.11E-28 gram.
Pada tahun 1911, Ernest Rutherford mengirimkan sumber
radioaktif melalui medan magnet. Beberapa radioaktivitas itu dibelokkan ke plat
positif, sebagian dibelokkan untuk pelat negatif, dan sisanya masuk melalui
medan magnet tanpa defleksi. Dengan demikian, ada tiga jenis radioaktivitas:
partikel alpha (+), partikel beta (-) dan sinar gama (netral). Dengan melakukan
eksperimen lainnya dan menggunakan informasi ini, Rutherford menciptakan model
atom yang berbeda dari Thomson. Atom sangat kecil dengan inti bermuatan positif
padat (penuh proton) dan nukleus ini dikelilingi oleh elektron yang berjalan
dengan kecepatan yang sangat tinggi. Model Thomson gugur setelah
diperkenalkannya model Rutherford.
Pada tahun 1932, James Chadwick menemukan neutron.
Dengan adanya penemuan-penemuan ini, maka semakin jelas pula
hakekat dari ilmu kimia. Pada era kimia modern ini ilmu kimia didefinisikan
sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang komposisi, susunan, dan sifat
dari substansi materi, interaksi antarsubstansi, dan dampak dari substansi
penambahan atau penghilangan energi pada berbagai bentuk.
Sumber :
Soemodimedjo, Poedjiadi, dkk. 2001. Kimia dari Zaman ke Zaman.
Bandung : Yayasan Cenderawasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar