Jumat, 05 Desember 2014

Kisah dan Perjalanan Hidup Nabi Muhammad SAW


Nabi Muhammad SAW adalah anak Abdullah bin Abdul-Muthalib. Ibunya benama Aminah binti Wahab. Kedua orangtuanya itu berasal dari suku Quraisy yang terpandang dan mulia. Nabi Muhammad SAW lahir pada hari senin, 12 rabi’ul awwal tahun gajah (20 April 571 Masehi). Dinamakan tahun gajah, karena ketika beliau lahir, kota Makkah diserbu oleh raja Abrahah dan tentaranya dari negeri Habasyah dengan menunggang gajah. Mereka hendak menghancurkan Ka’bah karena iri hati terhadapnya. Tetapi Allah melindungi bangunan suci itu dan seluruh penduduk Makkah, dengan menjatuhkan bati-batu sijjil ( dari neraka yang amat panas) kepada tentara itu. Maka binasalah mereka semuanya.
Ketika Nabi Muhammad SAW masih di dalam kandungan ibunya, Abdullah, ayahnya, pergi ke negeri Syam (Syiria) untuk berdagang. Tetapi, sepulang dari sana, ketika sampai di kota Madinah, ia menderita sakit dan wafat dalam usia 18 tahun. Abdullah dimakamkan di kota Madinah. Maka, Nabi Muhammad SAW dilahirkan ke dunia dalam keadaan yatim, di tengah-tengah masyarakat jahiliyah penyembah berhala, penindas kaum lemah, perampas hak orang, dan bahkan pembunuh kaum wanita.

Halimah as-Sa’diyah Menjadi IBU SUSU NABI MUHAMMAD SAW
Sudah menjadi adat bangsa Arab ketika itu, bahwa bayi sesorang disusukan oleh wanita lain. Begitu pula halnya Nabi Muhammad SAW. Beliau disususkan kepada seorang wanita dusun bernama Halimah as-Sa’diyah. Empat tahun lamanya beliau tinggal di dusun Bani Sa’ad bersama ibu susunnya itu.
Menjelang usia lima tahun, Halimah as-Sa’diyah mengembalikan Nabi Muhammad SAW kepada ibunya, karena telah terjadi peristiwa atas anak asuhnya itu yang mencemaskan hatinya. Ketika di dalam permainan bersama kawan- kawannya, Nabi Muhammad tiba-tiba didatangi dua laki-laki berpakaian serba putih, membaringkannya, kemudian melakukan sesuatu atas dada anak tersebut. Meskipun tidak sesuatu pun terjadi terhadap Nabi Muhammad SAW setelah peristiwa itu, namun Halikmah as-Sa’diyah amat khawatir. Maka ia segera bawa Nabi Muhammad SAW kembali kepada keluarganya di Makkah.
Di Bawah Asuhan Kakeknya, Abdul-Muthalib
Siti Aminah amat setia terhadap suaminya. Sering kali ia bersama anaknya pergi ke Madinah untuk berziarah ke makam suaminya, sekaligus bersilahturahmi kepada keluarganya, Bani Najjar, disana. Suatu kali, dala perjalanan pulang dari Madinah , seusai berziarah, Siti Aminah jatukh sakit di desa Abwa’ (antara Makkah dan Madijnah). Beberapa saat kemudian, ia wafat disana, meninggalkan Nabi Muhammad SAW yang ketika itu baru berusia 6 tahun. Mka jadilah Nabi Mhammad SAW yatim-piatu. Bersama Ummu Aiman, pembantunya, Nabi Muhammad SAW kembali ke Makkah. Beliau kemudian dipelihara oleh kakeknya, Abdul-Muthalib, hingga menjelang 9 tahun.
Di Bawah Asuhan Pamannya, Abu Thalib
Selama tiga tahu bersama kakeknya, Nabi Muhammad SAW akhirnya dipelihara oleh pamannya, Abu Thalib, karena kakeknya itu meninggal dunia. Abu Thalib adalah seorang sesepuh kaum Quraisy yang disegani oleh kaumnya. Meskipun demikian, dia bukanlah tergolong orang kaya. Abu Thalib hanyalah seorang pedagang biasa yang sering merantau ke negeri Syam bersama serombongan kafilah dagangnya
Ketika berusia 12 tahun, Nabi Muhammad SAW diajak oleh pamannya itu pergi berdagang ke Syam. Sampai di suatu dusun perbadatasan Syam, Abu Thalib bersama kemenakannay itu singgah di rumah seorang pendeta Nasrani yang soleh, bernama Bahira. Dari kitab Taurat dan Injil yang dipelajarinya, pendeta Bahira dapat mengetahui cirri-ciri kenabian yang ada pada diri Nabi Muahmmad SAW yang masih kecil itu. Maka dengan serta-merta, pendeta Bahira memberitahukan hal itu kepad Abu THalib seraya berkata : “Wahai saudaraku, sesungguhnya anakmu ini adalah manusia pilihan Allah, calon pemimpin umat manusia di dunia ini. Maka jagalah id baik-baik. Bawalah ia kembali, sebab aku khawatir ia diganggu oleh orang-orang Yahudi di negeri Syam. Bahkan, jika sekiranya kaum Yahudi itu mengetahui bahwa ia adalah calon Rasul Allah, maka tentulah ia akan membunuhnya.” Maka pulanhlah Abu Thalib ke Makkah bersama Nabi Muhammad SAW sebelum mereka sampai ke negeri Syam.
Berdagang Ke Negeri Syam
Setelah Nabi Muhammad SAW berusia hamper 25 tahun, Abu Thalib merasa bahwa keponakannya itu telah cukup dewasa. Maka dipanggilnya Nabi Muhammad SAW, lalu ditawarkan kepadanya suatu pekerjaaan yang menguntungkan, seraya berkata : “Wahai anakku, sesungguhnya kita bukanlah keluarga yang berkecukupan. Bahkan, kurasakan akhir-akhir ini kebutuhan kita semakin sulit didapat. Alangkah baiknya jika engkau pergi kepada Khadijah untuk meminta izinya membawa barang-barang dagangannya ke negeri Syam. Mudah-mudahan dari usaha itu engkau akan beroleh keuntungan yang besar.”
Nabi Muhammad SAW menyetujui usul pamannya, sebab beliau memaklumi sepenuhnya akan kesulitan yang dihadapi pamannya itu dalam menanggung beban belanja rumah tangganya. Segera beliau pergi kepada Siti Khadijah untuk meminta izinnya memperdagangkan dagangannya. Siti Kadijah adalah seorang janda kaya di Makkah. Ia dikenal sebagai wanita Quraisy yang mulia karena keturunan dan akhlaknya. Ia adalah waniita budiman, gemar membantu sesamanya, dan senantiasa menjaga kehormatan dirinya, sehingga mendapat gelar At-Thahirah (wanita suci).
Menanggapi permohonan Nabi Muhammad SAW, Siti Khadijah tanpa pikir panjang langsung menyambutnya dengan senang hati, karena ia telah cukup mengenal Nabi Muhammad SAW sebagia pemuda yang ramah, jujur, dan sopan-santun. Siti Khadijah amat kagum terhadap pemuda Muhammad. Lebih-lebih ketika ia mendengar sendiri dari Maisarah, bagaimana agungnya perangai Nabi Muhammad SAW selama di perjalanan maupun ketika berdagang. Maka berubahlah rasa kagum itu menjadi rasa cinta.

Perkawinan Nabi Muhammad SAW dengan Siti Khadijah
Hubungan perdagangan antara Nabi Muhammad SAW dengan Siti Khadijah akhirnya diteruskan ke jenjang perkawinan. Rupanya, Allah SWT menghendaki demikian, karena ada banyak hikmah di balik itu. Dalam suatu upacara yang sederhana, dilangsungkannya akad nikah diantara keduanya, suatu pernikahan yang telah menoreh lembaran sejarah islam. Ketika itu, Nabi Muhammad SAW berusia 25 tahun, sementara Siti Khadijah telah berusia hamper 40 tahun. Pernikahan ini membuahkan empat anak putri dan dua orang putra, masing-masing Zainab, Ruqayyah, Ummu Kaltsum, Fatimah, Qasim dan Abdullah. Tetapi, atas kehendak Allah SWT, kedua anak laki-laki beliau wafat ketika masih kanak-kanak.

Diangkat Menjadi Seorang Rasul
Selama hidup bersama Siti Khadijah, Nabi Muhammad SAW merasa bahagia dan tentram. Meskipun kaya-raya, Siti Khadijah tidak pernah menampakkan keangkuhan dihadapan suaminya itu, bahkan ia amat merendakan hatinya. Nabi Muhammad SAW sering kali pergi ber-tahannuts (menyendiri dan beribadah) di Gua Hira, kira-kira 10 km jaraknya dari kota Makkah. Beliau biasa berdiam diri di gua itu selam beberapa hari, kemudian pulang kembali setelahnya.
Suatub ketika saat beliau sedang berdiam di Gua Hira, tiba-tiba datang malaikat Jibril seraya berkata : “Bacalah!” Nabi Muhammad SAW menjawab sambil bergetar: “Aku tidak bisa membaca.” Jibril berkata lagi: “Bacalah!”” kembali Nabi Muhammad menjawab: “Aku tidak bisa membaca.” Untuk ketiga kalinya, Jibril berkata lagi: “Bacalah!” Dan lagi-lagi Nabi Muhammad SAW menjawab : “Aku tidak bisa membaca.”
Maka, berkatalah Jibril kemudian, seperti yang disebutkan dalam AL-Qur’an :
Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Al-Alaq : 1-5)
Setelah itu Jibril  menghilang. Nabi Muhammad SAW merasa amat ketakutan. Beliau segera meninggalkan gua itu dan kembali pulang sambil bergetar badannya. Sampai di rumah, dia berkata kepada istrinya : “Selimuti aku, selimuti aku, selimuti aku.” Khadijah yang prihatin atas keadaan suaminya itu segera menidurkan nabi Muhammad SAW dan menyelimutinya seraya menenangkan hatinya. Setelah beristirahat beberapa saat, nabi Muhammad SAW lalu menceritaka kejadian yang dialaminya itu kepada istrinya. Mendengar cerita suaminya, Siti Khadijah kemudian berkata : “Wahai Muhammad, tenangkanlah hatimu. Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakanmu, sebab engkau adalah orang yang suka menolong, jujur, dan senantiasa menyambung tali persaudaraan.”
Siti Khadijah kemudian membawa Nabi Muhammad SAW kepada sepupunya yang bernama Waraqah bin Naufal, seorang ahli kitab yang benyak mempelajari Taurat dan Injil. Mendengar kisah Nabi Muhammad SAW, Waraqah kemudian berkata : “Sesungguhnya suamimu ini adalah calon Nabi dan Rasul Allah. Telah datang kepadanya malaikat Jibril yang juga pernah datang kepada Musa dan Isa.

Nabi Muhammad SAW Wafat
Dengan penuh rasa Syukur, Nabi Muhammad SAW mengakhriri tugasnya sebagai seorang Rasul, dengan mengislamkan seluruh penduduk Makkah, Madinah, dan daerah-daerah lain di seputar Jazirah Arabia. Setelah menderita sakit selama beberapa hari, pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun ke-11 Hijriyah, beliau berpulang ke rahmatullah dala usia 63 tahun. Nabi Muhmmad SAW dimakamkan di kota Madinah. Sebelumnya, beliau sempat berpesan kepada keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh kaum Muslimin dengan sabdanya yang termasyur :
Telalh kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya tidak akan tersesat untuk selama-lamanya, yakni Kitabullah (Al-Qur’an) dan SSunnah Rasul-Nya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar